Biar Dramatisasi jadi Manis

*anis matta

 

Puisi yang terlalu seadanya memang tidak memberi rasa apa-apa. Puisi perlu greget. Perlu hentakan. Perlu dramatisasi.

Begitu juga ungkapan cinta. Cinta hanya bekerja kalau ia membara. Dan baranya meletup-letup lewat kata.  

Qur’an tidak mengingkari itu. Virus penyair yang disebut Qur’an sebenarnya terletak pada kadar kebohongan yang sering menyertai dramatisasi

itu. Begitu juga dengan ungkapan rasa cinta yang terlalu berlebihan sering mengandung kebohongan. Bisa karena tidak berakar di hati. Bisa juga

karena memang tidak mengandung kebenaran. Mungkin juga berakar di hati, tapi tidak mengandung kebenaran. Atau mengandung kebenaran,

tapi tidak berakar di hati. Yang benar tapi tidak ada di hati adalah kebohongan. Yang tidak benar tapi ada di hati adalah kesalahan.

Yang terakhir ini misalnya lagu berikut ini :  Semua yang ada padamuOh membuat diriku tiada berdayaHanyalah untukmuHanyalah bagimuSeluruh hidup dan cintaku 

Ungkapan itu mungkin memang berakar di hati. Tapi mengandung makna pengabdian dan penyerahan diri yang total kepada sang kekasih.

Dan itu tidak boleh terjadi dalam cinta jiwa atau cinta sesama manusia. Itu hanya untuk Allah SWT. 

Di sinilah letak tantangan bagi para pecinta; bagaimana menemukan ungkapan yang benar dan tepat bagi bara cinta yang meletup-letup dalan

jiwa? Yang pertama tentu saja memastikan persoalan dasarnya; apakah memang ada bara dalam jiwa?

Ini jelas sangat mendasar untuk memastikan bahwa “tidak ada dusta diantara kita”. 

Yang kedua adalah menemukan kata yang benar dan tepat. Benar pada maknanya, tapi tepat melukiskan suasana jiwa.

Ini membutuhkan penghayatan jiwa yang dalam, keakraban dengan diri sendiri yang kental, cita rasa keindahan dan kekayaan bahasa. 

Melukis bara cinta dalam jiwa memang membutuhkan kata yang kuat agar baranya nyata dalam pandangan sang kekasih. Tapi kita harus

menakar dengan objektif, seberapa panas bara yang hendak kita lukis. Ini untuk memastikan bahwa kata tidak melampaui panasnya bara,

atau kata tidak melukis semua panas bara secara utuh. 

Akhirnya memang, kejujuran dan kebenaran adalah kata kunci di balik semua dramatisasi cinta yang manis. Hanya itu.

Jika tidak, pasti akan ada kesalahan dalam bahasa cinta kita. Tidak mudah memang, tapi begitulah cinta; selalu punya syaratnya sendiri.